ASAS MARHAENISME DALAM DIRI SEORANG PERENCANA PEMBANGUNAN
Dewasa ini, ilmu perencanaan sangat berperan dalam proses pengambilan keputusan, kebijakan atau perumusan pembangunan yang ada di Indonesia. Menurut George R. Terry (1975) Perencanaan adalah pemilihan dan menghubungkan fakta-fakta, membuat serta menggunakan asumsi-asumsi yang berkaitan dengan masa datang dengan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan tertentu yang diyakini diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu. Hubungan perencana sendiri tak lepas dengan dunia politik yang berlangsung. Politik sendiri memiliki arti sebagai ilmu atau seni meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional (wikipedia). Hal ini didukung dengan pendapat ahli, Conyers dan Hills, 1984, hal. 17 "Salah satu implikasi yang paling signifikan dari keterkaitan antara perencanaan, pembuatan kebijakan dan pelaksanaan adalah kenyataan bahwa perencanaan tidak dapat dianggap terpisah dari lingkungan sosial, administrasi dan khususnya lingkungan politik dimana ia harus beroperasi.
Dengan pemahaman akan perencana yang tak lepas dari dunia politik baiknya kita sebagai perencana memiliki dasar (asas/ideologi) yang jelas dan mementingkan keputusan bersama, bukan mementingkan hak satu pihak atau golongan yang berkuasa. Perlu di ingat, di Indonesia perencana sendiri memiliki pedoman dalam merencanakan suatu kebijakan/keputusan dengan pedoman Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Detil Tata Ruang (RDTR), dan pedoman-pedoman lain untuk perencanaan nasional, provinsi, kabupaten dan kota. Kenyataannya, pihak yang memiliki kekuasaan bisa "membelokkan" aturan dengan mementingkan kepentingan golongan. Seperti perubahan peruntukkan lahan yang tidak sesuai dengan RDTR, hal ini jelas penyelewengan yang semena-mena, bahkan hal ini bukan menjadi suatu pengetahuan umum dijaman millenial ini. Lagi-lagi kolusi masih terjadi di Indonesia yang dimanfaatkan dalam sektor yang bahkan tidak diketahui khalayak umum. Kurangnya ideologi/asas yang kuat dalam diri perencana membuat aturan dapat di kambing hitamkan dengan kepentingan politik yang lebih kuat.
Dalam buku "Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat Indonesia" disebutkan bahwa, Bung Karno ketika berumur 20 tahun, pernah mencetuskan suatu ideologi yang menjadi landasan tempat pergerakannya berdiri. Marhaenisme, ya marhaenisme. "Marhaenisme adalah azas yang menghendaki susunan masyarakat dan susunan negeri yang di dalam segala halnya menyelamatkan Marhaen. Marhaen sendiri adalah kaum proletar indonesia, kaum tani indonesia yang melarat dan kaum melarat Indonesia yang lain-lain" dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi sub Marhaen dan Proletar. Dengan menanamkan ideologi marhaenisme tersebut, seharusnya kita sebagai perencana dan pengambil keputusan harus memperhatikan masyarakat bawah.
Realita yang terjadi, dengan tidak memiliki ideologi yang tertanam dalam diri, para perencanaan pembangunan hanya menjadi budak penguasa kepentingan politik. Seperti pada kasus Pegunungan Kendeng Utara, terjadi kerancuan dalam hasil ANDAL yang dikeluarkan. Lako, Andreas dalam "Bolehkah Sukolilo di Jual?", Hasil ANDAL PPLH Undip-PT SG yang merekomendasikan “Layak Lingkungan Bersyarat” dengan merujuk pada nilai holistik ANDAL sebesar -0,54% (dari kisaran 1 hingga -1) patut diRAGUKAN keakuratan dan kevalidannya. Alasannya, banyak variabel dampak negatif dari komponen sosial, ekonomi dan budaya, serta kesehatan masyarakat yang tidak diperhitungkan dalam ANDAL. Apabila diperhitungkan besar kemungkinan nilai holistiknya MENJADI lebih besar dari -1 sehingga rekomendasinya adalah TIDAK LAYAK LINGKUNGAN. Hal ini membuktikan bahwa aturan sudah dikesampingkan oleh kepentingan politik.
Dengan banyaknya kasus pembangunan yang menjadi masalah di Indonesia, kita sebagai calon seorang perencana patutnya menanamkan Asas Marhaenisme, sebab tanpa adanya dasar yang jelas dalam melangkah, kita akan di kalahkan oleh kepentingan politik. Mari menjadi perencana yang mementingkan hak rakyat, jangan mau di "nina bobo kan" oleh kepentingan salah satu pihak atau kepentingan politik, lakukan perencanaan dengan pendekatan Bottom Up, dari masyarakat untuk masyarakat. Demi terciptanya pembangunan yang berkelanjutan dan tak lupa selalu berpedoman pada Pancasila dan UUD 1945.
Merdeka Perencana!!
Comments